Eni

Baru saja mengobrol di telepon dengan Eni. Kami membicarakan mengenai kepengurusan surat janda beliau, istri pensiunan TNI AD, agar uang pensiun yang didapat menjadi sebagian. Surat ini terkendala karena nama kakek yang tertera di beberapa dokumen berbeda. Di satu dokumen tertulis nama panjang, sedangkan di dokumen lain disingkat. Dokumen tersebut sudah berumur lebih dari 50 tahun, mirisnya orang dari lembaga terkait mengatakan dokumen kopian di tahun-tahun tersebut sudah hanyut terbawa banjir yang sering melanda kawasan Bandung Selatan, tempat kakek sewaktu muda tinggal. Saat ini surat sudah diproses dan tinggal menunggu keluar. Kami tertawa bersama mengenai berita banjir tersebut dan mengingat betapa sembrononya dia dan kakek tidak menyadari perbedaan nama tersebut. Lalu kami pun larut pada kenangan-kenangan lucu lainnya.

Saya selalu menikmati mengobrol dengan Eni, yang kami bicarakan biasanya hal-hal simpel seperti bunga yang baru ditanam di pekarangan, soal kucing baru dirumahnya yang datang entah dari mana, tukang jualan kue yang sudah beberapa hari tidak lewat, atau soal masakannya yang gagal karena ada bumbu yang lupa dimasukan karena sudah pikun. Dia selalu mengingatkan bahwa keindahan ada pada hal-hal sederhana disekitar kita.


I love you, Eni!



Catatan Perjalanan ke Negara Bagian Rajashtan, India

Apa yang kamu bayangkan ketika pertama kali mendengar kata INDIA? Film-film bollywod yang penuh dengan tarian dibawah guyuran hujan atau diantara pepohonan, jalanan yang kotor, kepadatan penduduk, atau makanan dengan bumbu kari dan bau rempah-rempah yang menyengat?

Ketika Bimo mengajak untuk mengunjungi india setahun yang lalu, tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan.  India adalah salah satu negara yang ada di bucket list saya. Negara yang kontroversial dengan kasus perkosaan dan salah satu pusat peradaban dunia ini memang sudah menarik perhatian saya sejak lama.

India sangat luas, sedangkan kami memiliki waktu yang terbatas. Ketika menyusun itinerary kami memiliki dua pilihan; Rajashtan atau Ladakh. Akhirnya kami memilih untuk mengeksplor negara bagian Rajashtan berdasarkan beberapa pertimbangan, termasuk waktu dan budget. Selain itu, ladakh dapat dikatakan merupakan sisi lain dari India. Letaknya yang berdekatan dengan Tibet, menghasilkan masyarakat India yang merupakan akulturasi dari budaya india dan Tibet. Kulit masyarakatnya pun tidak berkulit gelap, tapi kuning menyerupai orang Tibet. Landscapenya yang berada diantara pegunungan sangat memukau, tentu saja Ladakh sangat menarik, namun karena ini kali pertama kami ke India, kami sepakat untuk lebih melihat sisi-sisi India yang ada di imajinasi kami selama ini, seraya membandingkan bagaimana dengan  kenyataan yang kami temui disana.

Warna sebagai simbolisasi

Saya melihat India sebagai Negara yang kaya akan warna. Dalam fashion, arsitektur, perayaan, warna menjadi aspek yang berperan penting.  Saya pernah membaca mengenai pentingnya warna merah bagi pengantin di India, atau warna putih yang menandakan tidak adanya warna, dan merupakan satu-satunya warna yang dapat digunakan oleh janda. Ini adalah warna yang dapat diterima di pemakaman dan upacara yang menandai kematian. Hal ini mencerminkan kualitas dasar warna itu sendiri, bahwa prinsipnya; putih, sebagai warna, mengusir semua cahaya. Karena itu ketika seorang janda memakai putih, dia memutus dirinya dari kesenangan dan kemewahan. Lain halnya dengan warna kuning dari kunyit yang melambangkan kesucian dan biasanya digunakan dalam upacara-upacara. Di pintu masuk menuju tempat pertunjukan di Jaisalmer, seorang wanita menempelkan kunyit di kening saya sebagai simbol memasuki perayaan rajasthani folk musik dan tari. 

Ragam warna India
Sangat menarik mendapati bahwa ternyata kota-kota di Rajasthan yang kami datangi dibedakan melalui warna. Pink city untuk Kota Jaipur dengan bangunan-bangunan yang menggunakan material batu pasir berwarna pink menuju orange, gold city untuk Kota Jaisalmer yang menggunakan batu pasir berwarna coklat dengan hamparan pasir gurun berwarna keemasan saat tertimpa matahari, sedangkan blue city untuk Kota Jodhpur dengan rumah-rumah penduduknya yang berwarna biru disekitar mehrangarh fort, dan white city untuk Kota Udaipur dengan rumah-rumah penduduk berwarna putih.


Jaipur, Jaisalmer, Jodhpur, Udaipur
Di negara yang beraneka ragam budaya dan agama, mungkin warna adalah ekspresi sederhana yang menyatukan orang dari banyaknya pandangan, gaya hidup, serta tradisi.

Holi festival (source: google image)
Kaya akan bangunan heritage warisan dunia

Bangunan-bangunan heritage seperti benteng, istana, candi maupun museum yang menjadi saksi sejarah dipreservasi dengan baik, berdiri kokoh dengan dikelilingi danau dan taman-taman indah, menyatu selaras dengan bangunan-bangunan baruSetelah membaca beberapa literatur di internet, ternyata gaya arsitektur rajashtan ini merupakan perpaduan antara gaya indo Rajput/ raja-raja rajashtan dan arsitektur Islamic Mughal, perpaduan antara Islamic, Persian dan India. Kolonialisasi Inggris di India pun mempengaruhi arsitektur di Rajashtan, menghasilkan bangunan bergaya Indo- Saracenik revival yang dibawa oleh arsitek-arsitek inggris pada akhir abad 19. Saracenik sendiri adalah istilah untuk menyebut orang-orang di daerah gurun di romawi, yang dibedakan dari orang-orang arab, berpadu dengan arsitektur Mughal India. Ini berhasil menjawab pertanyaan saya ketika berkunjung, mengapa bangunan-bangunan tersebut bercirikan dome, pillar, beam, dan lintel, bercampur dengan gaya bangunan eropa

Arsitektur Rajashtan

Pada fasad maupun di luar bangunan biasanya disedikan tempat makanan untuk burung, sehingga banyak burung-burung bertebangan diatas bangunan tersebut, memberikan sensasi ekletik tersendiri antara suasana inggris, arab, dan india secara bersamaan. 

Burung dan Arsitektur
Bangunan-bangunan heritage ini walaupun memiliki gaya yang sama, namun karakteristiknya dibedakan oleh material yang digunakan, menyesuaikan dengan material yang tersedia di masing-masing kota.
Karakteristik yang dihasilkan dari penyesuaian material; Haveli di Gold City dan Hawa Mahal di Pink City.


Benteng-benteng dan istana tampak berdiri kokoh dengan pemandangan kesekeliling kota. Saya membayangkan bagaimana dahulu pemimpin/ raja-raja di kota tersebut mengawasi masyarakat dan musuhnya nya dari atas sana. 

Benteng-benteng di beberapa kota Rajashtan

Di sisi lain, daerah-daerah lama yang merupakan bekas pusat perdagangan pada awalnya kota ini dibuat, menjadi area yang padat dan kumuh, akibat pengaruh dari adanya urbanisasi. Masyarakat yang berkecukupan bergeser ke area pinggiran yang masih asri dan tenang. Real estate mewah tampak berdiri dekat dengan lingkungan istana yang berada di area lebih tinggi, jauh dari pusat kota. 

Kawasan Kota Tua Jodhpur
Real Estate Kota Jodhpur

Identitas 

Masyarakat india sangat memegang erat budayanya. Wanita dengan pakaian saree berjalan di jalan raya, gang-gang sempit, maupun pasar tradisional yang becek lengkap dengan aksesorisnya yang beragam. Pria dengan turban warna warni di kepala dipadu dengan setelan kasual kaos, celana jeans dan sepatu keds, menarik, mengikuti perkembangan jaman tanpa harus meninggalkan identitas mereka. Ini mengingatkan saya pada film-film India, yang dapat menembus pasar internasional dengan originalitasnya. Suka ataupun tidak, mereka memiliki keunikan dan karakter tersendiri yang mereka jaga.


Bollywood
Masyarakat India pun sangat mencintai produk lokal. Bahan-bahan makanan olahan seperti keju sampai ke perlengkapan kamar mandi seperti kloset dan wastafel yang saya lihat di hotel semuanya produk lokal India. Kendaraan roda empat terutama SUV dan jeep mayoritas bermerk mahindra, begitupun taksi-taksi di India yang menggunakan produk lokal bermerk mahindra, tata, atau maruti. Sementara itu kendaraan roda dua didominasi oleh merk bajaj, sama halnya dengan rickshaw/ tuktuk yang merupakan ciri khas negara ini. Teman seperjalanan yang bekerja di bagian business development di salah satu supermarket asal korea mengatakan bahwa India sangat ketat dalam penanaman modal asing sehingga supermarketnya tidak dapat masuk ke negara ini.


Saya (pura-pura) mengendarai jeep Mahindra :p

Prilaku atau kebiasaan

Ada beberapa prilaku menarik yang saya temui, misalnya prilaku buang air kecil di pinggir jalan. Bau pesing sering tercium terutama di kawasan kota tua. Melihat ada yang buang air kecil di pinggir jalan menjadi hal yang lumrah dan bagi saya exhibitionis :D. Sepertinya tata kotanya pun mencoba memfasilitasi kebiasaan buang air kecil ini. Banyak toilet-toilet umum yang disediakan di pinggir jalan, sayangnya toilet-toilet tersebut terkadang tidak memiliki sanitasi yang baik, bahkan tidak jarang hanya berupa kubikel toilet tanpa pintu, dengan lantai dan dinding keramik tanpa saluran pembuangan. Saya menebak mungkin ada hubungannya antara kebiasaan berjalan kaki orang india dengan kebiasaan ini. Walaupun tanpa trotoar yang tertata baik, banyak sekali pejalan kaki di pinggir jalan. Saya sempat diantar pemilik guest house di Kota Jodhpur untuk membeli rempah-rempah di pasar. Dia mengatakan lokasinya bertetangga dan sangat dekat, ternyata kami menghabiskan waktu hampir setengah jam untuk sampai ketempat tersebut dengan langkah kaki cepat sedikit berlari, mengikuti kecepatan langkah kaki si pemilik guest house.


Toilet umum di Jaipur
Prilaku yang menarik lainnya adalah klakson. Di India, klakson dapat menjadi penanda untuk mengingatkan kendaraan lain yang akan disusul maupun pejalan kaki. Banyaknya pejalan kaki di jalan ditambah dengan gaya berkendaraan yang seenaknya, menghasikan bunyi klakson yang datang dari segala arah dan sangat intens. Saking banyaknya bunyi klakson yang ada pada waktu bersamaan, bagi saya yang tidak terbiasa cukup membingungkan, bunyi klakson mana yang harus menjadi perhatian.

Seorang teman saya yang berasal dari India mengatakan "the one who is richest is the one to be blamed for rash driving, or else who was driving the bigger vehicle", tidak peduli apakah yang menyalahi aturan adalah pejalan kaki yang berjalan di tengah jalan raya, yang bersalah adalah pengendara kendaraan. Ini membuat saya mengerti mengapa setiap kali ada pejalan kaki di jalan raya, pengendara kendaraan menyalakan klaksonnya, namun tidak membuat pejalan kaki meminggir, atau hanya bergeser sedikit. Klakson seperti hanya penanda untuk mengingatkan bahwa akan ada kendaraan yang lewat disekitarnya. Alhasil kendaraanlah yang harus menyesuaikan melakukan gerakan zigzag untuk dapat melewatinya. 

Keadaan bahwa pemilik kendaraan yang lebih besar yang bersalah ini sebenarnya terjadi juga di Indonesia, hanya saja di India seperti sudah menjadi kesadaran bersama bahwa hirarki kekuasaan di jalan raya dimulai dari pejalan kaki, tuktuk, motor, mobil dst. Lalu mengapa ini bisa terjadi? beginilah jawaban teman saya " that's the beauty about it, the richer is blamed bcause he has the deep pocket to get rid of the punishment". Sebagai orang Indonesia, sepertinya tidak perlu penjelasan lebih :(


Kondisi lalu lintas
Pedestrian
Selain bergaya zigzag, tidak jarang tuktuk yang saya tumpangi pun hampir menyenggol kendaraan lain karena jaraknya yang sangat dekat. What a skill!


Semepet inilah jarak tuktuk kami yang berpapasan dengan tuktuk lain 

Selain itu banyak juga binatang yang berkeliaran di jalanan. klakson pun berperan untuk meminggirkan binatang-binatang tersebut. Ada kejadian motor hampir terserempet mobil sehingga motor tidak sengaja 'menyenggol' sapi. Sapi adalah binatang yang disucikan di India, tampak setelahnya terjadi adu mulut antara pengendara motor dan mobil. 


Babi, kuda, sapi turut meramaikan jalanan 
Detik-detik sebelum sapi tersenggol motor yang sempat terfoto
Pengalaman yang awalnya membuat kaget di awal-awal perjalanan di India ini memberi pengalaman yang menarik tersendiri. 

Whatever you need

Apa yang kamu impikan ketika mengendarai bis atau kereta berjam-jam terutama di malam hari? tentu membayangkan bisa sambil tiduran, ya setidaknya bisa menyelonjorkan kaki sehingga badan tidak pegal. Di India, kalian bisa mendapatkannya, bahkan dengan harga yang sangat terjangkau, jadi siapapun bisa memenuhi kebutuhannya untuk ini. Kami sempat mencoba sleeper class di bis dan kereta disana. Sleeper class di bis ini cukup nyaman, ditutupi dengan curtain ataupun kaca sehingga kami mendapatkan privasi dan tidak terganggu oleh pedagang yang naik turun bus. Beda halnya dengan kereta, karena kami mencoba kelas paling rendah, sedikit tidak nyaman karena compartment kami terbuka tanpa pintu.


Sleeper Class kereta dengan tempat tidur susun tiga (di foto ini yang tengah dilipat )
Wajah-wajah kami sebelum kereta berangkat (Credit to Herajeng Gustiayu)
Bersama Dita, di dalam sleeper class bis pertama kami yang berantakan :D
(yang kedua lebih bagus dan baru, tapi tidak sempat terfoto :/) 
Awalnya tidak bisa tidur karena terganggu dengan bebunyian dari klakson pak supir, tapi lama kelamaan terbiasa dan bisa tidur pulas. Terkesan seadanya dan jauh dari kemewahan, namun saya merasa kebutuhan dasar untuk beristirahat selama dalam perjalan terpenuhi.

Happiness

Hal lain yang saya pelajari dari orang India yang saya temui adalah kebahagiaan. Walaupun pada World Happiness Report dari United Nation General Assembly india berada di peringkat 111 tertinggal dibelakang Pakistan dan Bangladesh, orang-orang yang sempat kami temui disana tampak menikmati hidup dan pekerjaannya. Mereka pekerja keras dan bersungguh-sungguh ketika mengerjakan sesuatu. Pelayan toko/ restoran, tukang masak dan bersih-bersih, pemandu wisata, bahkan supir-supir tuktuk. Gerakan mereka relatif cekatan dan bersemangat. Memang tidak semua orang yang kami temui seperti itu, tapi secara general saya menangkap kesan tersebut. Ketika ditanya mengenai kondisi lalu lintas yang semrawut mereka mengatakan ‘this is India’ sambil tertawa lebar, seperti bentuk kesadaran bahwa memang beginilah cara mereka hidup dan yang terpenting adalah mereka menyadari bahwa mereka bagian dari kesemrawutan tersebut. Kontras berbeda jika saya bertanya mengenai kondisi jalanan Jakarta ke supir-supir taksi. Jawaban yang saya dapat adalah keluh kesah dan cenderung menyalahkan pihak lain. Terkadang kondisi yang diharapkan bertentangan dengan prilaku yang dilakukan.  Ini menjadi sentilan juga untuk diri sendiri.
“I only have one problem, that I have no problem” -Seorang supir tuktuk yang mengaku memiliki  nama panggilan ‘King of the road’.
Mr. Keke, another happy man
Begitulah beberapa hasil kunjungan ke India selama delapan hari. Bisa jadi benar, bisa jadi salah apa yang saya tangkap dalam kunjungan singkat di sebagian kecil wilayah India ini. Banyak pelajaran yang didapat dari bertemu orang-orang baru disana, berkemah ditengah gurun yang sangat dingin di malam hari, ataupun sensasi flying fox diatas danau dan diantara benteng-benteng mehrangarh fort. Pengalaman yang berharga yang akan menjadi cerita untuk anak cucu nanti :D.

Full team with total stranger solo traveller dari Malaysia beraksen british,
yang tetiba kemping di tenda yang sama dengan tim pria
Bersama bapak supir jeep yang cool
Bersama orang lokal jadi-jadian, didepan Taj Mahal, a building of love
Masih banyak sisi-sisi lain dari India yang menarik untuk dieksplor, seperti kehidupan masyarakat di pegunungan himalaya di utara India, ataupun tradisi-tradisi hindu yang kental di selatan India, semoga suatu saat nanti berkesempatan mengunjungi India lagi. Yaaayy!