Menikmati Pekerjaan


Sehari semalam 24 jam = 8 jam untuk kerja + 8 jam untuk passion + 8 jam untuk tidur.

Orang bilang kalau mau cari kerja ya kerja yang sesuai passion. Saya sepakat dengan itu. Ujung-ujungnya orang pasti akan bekerja di bidang passionnya masing-masing, karena itulah bisa bertahan. Kalau ada yang menyinggung soal keterpaksaan itu hal lain. Tapi selama kita masih punya passion akan satu hal, selalu ada jalan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai passion kita itu. Lambat laun si passion akan mengarahkan kita ke suatu karir tertentu.

Setelah saya amati beberapa teman, banyak dari mereka melebur 8 jam bekerja+8jam passion dengan asumsi pekerjaannya adalah passionnya. Saya merupakan salah satunya. Saya senang ketika mendapatkan pekerjaan sampingan yang bisa diisi setelah jam kerja atau sekedar mengejar deadline kantor. Saya merasa tidak ada salahnya ketika saya menggunakan jam luar kantor saya untuk bekerja, toh saya tetap menikmatinya, dan yang penting adalah jam-jam luang saya tetap diisi hal yang produktif.

Namun sekarang saya merasa bahwa ini adalah habbit yang buruk. Ketika saya mengisi jam-jam saya dengan kegiatan atau hal yang sama dari pagi sampai malam, selama sebulan mungkin tidak jadi masalah, namun  lain ceritanya jika bulan berganti tahun, dan tahun demi tahun melakukan hal yang sama setiap harinya.

Selama ini saya pikir saya terlalu perfeksionis, kalau masih ada waktu saya pasti tetap mengerjakan kerjaan saya semaksimal saya bisa. Bukan soal berapa lamanya deadline, selalu ada alasan bagi saya bahwa pekerjaan saya belum maksimal, dan yang paling mengerikan adalah saya selalu mengatakan sanggup dan bisa atas semua tawaran yang datang ke saya, seolah seperti menantang diri sendiri. Saya selama ini pikir bahwa itu baik untuk saya. Push the limit! Tanpa disadari saya telah mengorbankan hal lain. Bisa dibayangkan gimana jadinya kalau habbit saya terus tertanam seperti ini sampai saya punya anak, dan bisa dibayangkan bagaimana sulitnya merubah kebiasaan buruk ini. Maaf dek, ibu sedang sibuk. sibuk, dan sibuk.. sana belajar ya..

Semakin saya bekerja semakin saya menyadari bahwa pekerjaan dan kemampuan kita sebenarnya bisa diukur. Itu tergantung dari mau apa tidak kita mendisiplinkan diri untuk memegang prinsip dalam bekerja. Bagi saya 8 jam untuk bekerja adalah cukup, lebih dari itu produktifitas menurun, selebihnya bagaimana kita membuat manajemen waktu dan berani untuk bilang tidak. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang bisa mengukur itu, dan pekerja yang baik adalah pekerja yang bisa mengukur dirinya sendiri. Jika perusahaan bergantung atas kemampuan pekerjanya dalam menekan diri mereka sendiri maka yang terjadi adalah titik kolaps dan hasilpun tidak dapat diprediksi.

Saya masih ingat kejadian yang menimpa pekerja 24 tahun di china yang meninggal karena bekerja lembur selama sebulan nonstop yang menurut hasil penelitian disebabkan oleh serangan jantung dan stroke akibat tekanan kerja. Yang lebih mengerikan lagi adalah bahwa 1000 responden dari penelitian terkait ini menunjukan bahwa mereka pun cemas saat tidak mendapatkan tekanan apapun. Kebiasaan menjadi habbit dan habbit menjadi kebutuhan. Pada tahun 2006, kantor akuntan Ernst & Young melakukan studi internal karyawan dan menemukan bahwa untuk setiap 10 jam yang ditambahkan sebagai waktu libur mereka, kinerja dan produktifitas mereka meningkat 8 persen.

Pentingnya restorasi berakar dalam fisiologi kita. Manusia tidak dirancang untuk mengeluarkan energi secara terus menerus, sebaiknya kita ditakdirkan untuk menghabiskan dan memulihkan energy secara simultan. Saya sekarang siap jika perlu mengatakan, maaf saya tidak bisa bergabung dengan perusahaan anda karena kita memiliki prinsip yang berbeda.

M (Measurable), A (Attainable), R (Realistic), T (Timely).

Hidup bukan untuk bekerja. Saya yakin yang namanya rejeki bisa dicari, akan ngikutin. Justru kalau kita menikmati passion-passion kita yang beragam kita akan menjadi berbeda dari yang lain. Ketika diskusi kita bisa ngasih masukan-masukan yang segar dan berbeda, ngasih sudut pandang lain diluar kotak. Sama halnya dengan travelling. Itu membantu kita merefleksikan diri sekaligus melihat bagaimana orang lain berpikir. Jadi sisihkan waktu untuk melihat hal- hal lain yang berbeda, melakukan hal beragam, bertemu dengan orang-orang baru dan belajar dari mereka :)

Dan ini semua yang saya sebut dengan Menikmati Pekerjaan. 

Far Far



Untuk setiap anak yang terlahirkan bagaimanapun kondisinya,

Untuk setiap anak yang tak terlahirkan karena dua orang yang terlalu pengecut untuk menghadapi realita,

Untuk setiap anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang kelak menjadi panutannya,

Untuk setiap anak yang tidak memiliki role model ibu di hidupnya, yang karenanya tau bagaimana rasanya diabaikan, paham rasanya rindu akan pelukan seorang ibu, 

Lagu ini sangat bermakna bagi saya. Sangat.





Kegiatan minggu pagi di Lembongan


Yaaay minggu pagiii, enaknya ngapain lagi selain bangun lebih siang terus jalan-jalan, apalagi kalau cuacanya cerah kayak hari ini. Bangun-bangun kepala agak pusing, semalam ketiduran ditengah nonton serial Sherlock Holmes. Setengah sadar melihat sekeliling, mencari kode kalau-kalau ada yang terjadi semalam, oke barang-barang sepertinya masih ada pada tempatnya semula hahaha berasa ada di scene Sherlock Holmes. Gini nih kalo lagi keranjingan nonton film-film detektif dan lagi baca buku Dream Eaters-nya Dahlquist jadi siaga berlebihan :P. loncat dari tempat tidur, ke toilet, ambil sepatu keds dan bersiap untuk.…jalan-jalan!!

Lagi jalan ga sengaja nemu beberapa ranting. Diliat-liat bagus juga, yaudah saya pungut beberapa sebelum lanjut jalan lagi. Berhenti di warung sebentar beli kopi, lalu ngobrol seperti biasa sama ibu setelah dua hari tutup, menunggu cerita-cerita barunya yang selalu up to date soal pulau ini, atau pulau sebelah dari hasil brik-brikan bapak-bapak di bale depan warungnya. Kali ini Beliau bercerita bahwa hidup di Bali ga mudah, minggu lalu beliau harus tutup warung selama beberapa hari karena ada upacara nikahan sodara, kemarin tutup lagi dua hari karena ada upacara sebulanan cucunya, dan beberapa hari kedepan harus tutup lagi karena ada Odalan. 

Odalan adalah upacara merayakan ulang tahun pura. Upacara ini bisa hanya 1-3 hari atau bahkan ada yang sampai sebulan, tergantung besar puranya. Setelah upacara keagamaan, odalan diisi dengan acara hiburan dengan tarian, drama musikal atau komedi, sesuai dengan kalender bali yang memiliki siklus 210 hari. Menurutnya walaupun sebagai orang Bali mendapat banyak hambatan kegiatan dikarenakan banyaknya upacara, namun dia percaya kalau upacara-upacara tersebut melindungi warga Bali dari malapetaka. Beliau percaya bahwa masyarakat Bali tidak akan mendapat musibah besar seperti daerah-daerah lain karena mereka menjalankan upacara-upacara yang bukan hanya mendekatkan diri pada tuhan, juga menjalin hubungan yang baik dengan makhluk-makhluk lain yang mereka percaya berbagi alam dengan manusia.

Setelah puas jalan kaki, pulang beres-beres kamar lalu cuci baju dan mandi. Setelah itu mulai bingung mau ngapain, membiasakan diri untuk enggak nyentuh kerjaan di akhir pekan. Biasanya kalo lagi down kaya sekarang saya kecendrungannya destruktif seperti lupa makan, males ngerjain ini itu, enggak produktif sama sekali. Kali ini saya mau coba untuk berubah, saya paksain diri saya untuk tetap produktif. Yaudah akhirnya saya coba gambar-gambar dikertas tapi jadinya nihil, coba ngedit foto juga hasilnya nol besar, ga konsen. Otak lagi ga bisa diajak kerjasama. Dia lagi fokus mikirin sesuatu yang bikin saya down dan semakin memaksa otak untuk bekerja semakin saya mikirin hal itu. Akhirnya saya ingat sama si ranting yang tadi pagi saya temuin. Ahaaaaaa..di detik itu rasanya mungkin sama kaya pas Sherlock berhasil mecahin teka teki di kasusnya..haha..ini diaaaa si jalijali..

ranting temuan :D

Ngambil beberapa cat, kuas, dan akhirnya hasilnya..taaa daaaa…





Lumayan ga memaksa diri untuk mikir, tapi saya menikmati kegiatannya dan yang penting tetap produktif  :)

Peace and Happiness.
Kenapa peace dan happiness? Gatau juga ya tadi kayanya langsung yang kepikiran dua kata itu. Orang bilang jangan pernah menggantungkan dua kata ini pada orang lain, dua kata ini harus ada di masing-masing orang, kalau enggak kita tidak akan pernah benar-benar bisa merasakannya.

HOME.
Kenapa ada pesawatnya? Karena saya punya pesawat cetakan itu nemu di gunung ijen, warna aslinya kuning, bahannya sulfur, saya dulu sempet iseng cat warnain itu biar agak-agak edgy eh lumayan juga kalo di mix sama si papan ini. Mungkin kalau disambungin jadinya gini: pesawat artinya pergi, dengan meninggalkan rumah kita jadi tau rasanya pulang, jadi lebih memahami maknanya rumah. Rumah, tempat dimana kita mengekspresikan diri kita yang sebenarnya. 

A real living space which made from living. A bored materialist can’t understand that a house have to become a home. It is through perfection but by PARTICIPATION.

Enjoy the show

Spesial untuk Apih :)




Menjadi Ibu


Rehat dari AutoCAD sejenak dan mencoba nulis apa yang dipikirin pas ngeCAD barusan *ga fokus hahaha, merasa sotoy untuk nulis ini tapi yowes ya daripada lupa mending tulis sini aja buat pengingat pas saatnya nanti :D 

Terkadang saya suka mikir, teman-teman udah banyak yang menikah dan bahkan punya anak. Mereka sangat teliti dalam mengatur dan membuat perencanaan masa depan. Tempat tinggal, asuransi, biaya membesarkan & menyekolahkan anak, kendaraan, dll, disaat saya sendiri masih belum punya rencana jelas. Saya tentu memiliki keluarga impian sama seperti yang lain dengan perlindungan terencana agar keluarga saya nantinya bisa survive. Hanya saja saya masih belum tau dimana nantinya saya akan menetap. Merasa belum saatnya menetapkan pilihan.

Mengenai membesarkan dan menyekolahkan anak, saya sepakat bahwa materi sangat dibutuhkan untuk memfasilitasinya, dimanapun itu. Terbayang biaya sekolah berkualitas yang mahal dan semakin mahal. Lihat saja mobil-mobil yang bertengger di sekolah sekolah yang katanya memiliki sistem pendidikan yang lebih bagus, keluar masuk dari sekolah ke tempat les. Les ini les itu, harapannya untuk memfasilitasi hobi dan kemampuan khusus. Ntahlah, Mungkin saya skeptis dengan sistem pendidikan di negeri ini.

Menurut saya ada hal yang lebih penting dan berpengaruh signifikan yaitu pendidikan di rumah. Pendidikan dari keluarga sebagai lingkungan terdekat, pendidikan dari orang tua, dan itu bukan hanya soal dana. Saya selama ini dibesarkan oleh keluarga dengan modal pas-pas an. Untuk itu saya mau tidak mau harus masuk sekolah negeri karena biayanya jauh lebih murah (walaupun SMP & SMU saya sekarang mahal juga – standar internasional katanya wkwk), Saya cukup beruntung karena ternyata saya baru sadar setelah melihat tumpukan binder SD setelah lulus kuliah, ternyata disana saya sudah menuliskan setelah dari SD mau kemana, sampai dimana saya mau kuliah, walaupun agak ngaco karena saya menulis ingin kuliah di ITB jurusan kedokteran :p, dan ternyata saya memenuhi ceklist2 tersebut. Saya bahkan tidak sadar menuliskan itu dulu. Alhamdulillah. Ternyata keterbatasan dalam hal ini dana keluarga saya telah menjadi motivasi untuk saya selama ini.

Ada kejadian waktu SMP, kita baru kedatangan teman baru pindahan dari sekolah swasta di Jakarta. Saat itu dia sangat menunjukan kalau dia dari keluarga berada. Satu momen kita berencana mengadakan study tour keluar kota. Beberapa teman kami ada yang tidak bisa ikut karena tidak memiliki dana sehingga kami berembug dan akhirnya memutuskan untuk patungan, mengumpulkan sebisanya sehingga semua anak dikelas bisa ikut. Teman saya yang dari Jakarta tercengang dan dia bilang kejadian ini ga mungkin terjadi di sekolahnya dulu. Mana ada yang mau ngaku ga bisa bayar, dan pasti dia ga bisa nerima beban pandangan teman-temannya kalau mereka tau dia tidak bisa bayar. Cletukan teman saya ini sampai sekarang masih teringat di kepala. Ntah apa yang saya pikirkan saat itu, yang pasti ada sesuatu yang tidak nyaman mengganggu pikiran saya.

Heterogennya kondisi sosial ekonomi dikelas ternyata berdampak akan kepekaan terhadap kondisi satu dan yang lain. Setelah saya pikir-pikir sekarang, justru inilah pendidikan yang sebenar-benarnya. Itu hanya contoh kecil dari pengalaman saya, mungkin sekolah kami tidak memiliki fasilitas sebaik di sekolah swasta yang mahal, tapi karakter yang dibentuk ternyata berbeda.

Tentu banyak nilai positif dari sekolah mahal yang menawarkan kualitas, kualitas guru yang lebih baik, lebih disiplin (karena tidak mengandalkan gaji bulanan dari pemerintah), bimbingan dan konseling yang juga teratur sehingga si anak terawasi perkembangannya. Namun lingkungan yang tersedia bagi mereka untuk bersosialisasi akan berasal dari golongan yang sama dan bukan tidak mungkin akan ada tuntutan untuk membuat bangga orang tua yang sudah membayar mahal dengan berprestasi macam-macam. Les ini itu menurut saya sah-sah saja, asal anak menikmati dan tidak merasa terbebani, belum lagi bimbel untuk menghadapi ujian nasional dan tes perguruan tinggi yang seringkali membekali siswa dengan hal-hal instan (beruntungnya lagi-lagi saya tidak difasilitasi untuk ini). Fasilitas-fasilitas seperti ini mungkin akan memudahkannya untuk masuk ke perguruan tinggi yang dia mau, tapi soal daya juang itu hal lain. Saya rasa daya juang dan sadar motivasi jauh lebih penting untuk survive hidup dalam arti luas.

Jadi kembali ke soal pendidikan dari orang tua, saya menyadari sekarang masih jauh dari kata siap, Tapi jika saya nantinya memiliki anak, saya akan membebaskannya dalam menentukan jalannya sendiri, mengaktualisasikan dirinya sendiri sehingga mereka memiliki keberanian untuk memilih, berani untuk berbuat salah, berani bertanggung jawab. Karakter dan prinsip. Jika disatu titik mereka mengatakan saya ingin berhenti sekolah, maka itu pilihan mereka. Tidak ada dogma selain bahwa setiap keputusan ada konsekuensi dan tanggung jawab. Tanggung jawab ke diri sendiri, tanggung jawab ke orang lain. Tidak ada paksaan. Begitupun dengan memilih agama, saya akan bebaskan mereka untuk bertanya dan mencari jawabnya. Saya tidak mau mereka nantinya menyalahkan lingkungan pun menyerah pada lingkungan dan lupa untuk bersyukur, lupa bahwa pada dasarnya setiap orang itu beruntung. Saya ingin memberikan kebahagiaan bagi anak-anak saya nantinya (http://berburucumicumi.blogspot.com/2010/04/bahagia.html). Saya sekarang hanya berpikir banyak sekali yang harus disiapkan. Dana penting, tapi itu sama sekali ga membuat saya khawatir. Salut dengan teman-teman yang sekarang sudah siap dan memiliki anak. Selamat berjuang Ibu-Ibu. Keep rock n rollaaa!! :D