Merayakan Kegagalan

Kemarin saya membuat kesalahan ketika bekerja, saya lupa mendesain bathroom yang seharusnya ada di apartement untuk GM, saya mengatakan “ OMG, iam sorry, how come i forget about it”, lalu bos saya hanya tersenyum lalu mengatakan “ it’s ok dear, that humane”

Melakukan kesalahan adalah hal yang manusiawi. Tapi seberapa banyak orang yang belajar dari kesalahannya? Adalah seberapa banyak orang yang menemukan kesuksesannya.

Kapan saya terakhir kali dihargai diri sendiri untuk gagal? Mungkin tidak pernah. Alih-alih menghukum mental diri sendiri karena tidak berhasil, membeli es krim dan berkata “ saya satu langkah lebih dekat untuk sukses!”

Merayakan kegagalan. Saya gagal, dan saya akan belajar darinya. Perayaan terbesar apa yang lebih patut dirayakan dari berdamai dengan diri sendiri dan menyadari bahwa kesalahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari.

Dan saya tidak mau gagal untuk hal yang sama kedua kalinya.

You can't have any successes unless you can accept failure. ~George Cukor

Merantau

Huaaa hari ini hari besar untuk saya. Hari pertama merantau, jauh dari keluarga, meninggalkan zona nyaman tempat berlindung selama ini. Perasaan campur aduk rasanya, idung kembang kempis, hahaha. Keputusan sudah diambil, dan semuanya harus dijalani dengan yakin.

Merantau. Mendengar kata ini yang langsung terlintas di benak saya adalah orang minang. Tetangga didepan rumah saya adalah warga baru, orang minang. Teman sekolah dan kuliahpun banyak orang minang. Saking banyaknya orang minang di perantauan, saya pernah mendengar anekdot bahwa ketika pertamakali Neil Amstrong mendarat di bulan bersama Apollo 11, ia sangat terkejut mendapati orang minang sudah lebih duluan di sana untuk membuka rumah makan padang, hehe

Apapun alasan dan motivasi dibaliknya, saya yakin pengalaman merantau terutama di daerah terpencil akan menjadi pengalaman yang berharga. Ketika meminta ijin ke keluarga, saya tidak menyangka bahwa semuanya langsung mengijinkan dan begitu percaya saya bisa survive. Kepercayaan yang diberikan memberikan saya semangat untuk berjuang. Terutama perkataan kakek saya yang mengatakan “ dulu aki merantau terus kemana-mana sampai ke Afrika, dan aki senang sekali jika kamu mendapatkan pengalaman merantau yang dulu aki rasakan. Pengalaman tersebut akan menguatkan karaktermu” Pada akhirnya tekad dan keinginan yang kuatlah yang saya percaya tetap menjadi pondasi yang menghantarkan seseorang untuk survive di perantauan.

Dan disinilah saya sekarang. Jadi anak Pantai, Jauh dari keluarga, mencoba mengadu nasib, menemukan hal-hal baru yang menarik, dan belajar beradaptasi. Saya tinggal bersama dirumah keluarga Bali, keluarga nelayan rumput laut yang masih sangat memegang tradisi dan budaya Bali. Ketika bekerja saya belajar beradaptasi dengan standar kerja dan mempelajari pola pikir orang asing, kombinasi yang sempurna :D

Seperti kata Pak Sandiaga Uno, Go BIG or Go Home! :)

trip to Bali, 180611

Welcome to Bali.. tulisan yang ada di Bandara Ngurah Rai, Denpasar menyambut ketika saya baru saja tiba di Bali pada tanggal 18 Juni 2011. Setelah menunggu cukup lama akhirnya koper coklat saya keluar juga bersama dengan koper-koper yang lain. Rasanya menunggu koper keluar kali ini lebih lama dari biasanya. Sempat merasa khawatir karena dari awal, pelayanan salah satu maskapai penerbangan yang saya gunakan kurang memuaskan. Selain sempat delay hampir satu jam, ternyata nomor seat yang tertera di tiket saya telah diduduki orang, dan setelah dicek ternyata orang tersebut memiliki nomor seat yang sama di tiketnya. Lebih parahnya lagi, ternyata nomor double tersebut bukan hanya menimpa saya. Ada banyak penumpang lain yang protes hal yang sama hingga mbak-mbak pramugari yang cantik dan (seharusnya) ramah itu menjadi kelabakan dan tampak kesal.

Penumpang yang double seat dipersilakan untuk menempati kursi kosong. Saya melirik ke beberapa kursi kosong dan menemukan senyum ibu-ibu ramah yang duduk bersama anaknya, saya memilih kursi kosong disebelahnya. Beruntung ternyata kursi kosong yang ada masih dapat menampung penumpang double seat. Penasaran juga bagaimana keputusan yang akan diambil jika ternyata kursi tidak cukup. Tapi sepertinya rasa penasaran ini tidak sebanding jika ternyata saya harus batal ke bali diwaktu itu.. hahaha.. Akhirnya pesawat mulai take off.

Ibu-ibu ramah disebelah saya bernama Koming Eka. Koming karena beliau adalah anak ketiga. Sepanjang perjalanan saya yang awalnya berencana tidur, jadi samasekali tidak tidur karena saya terus menerus mengobrol dengan beliau. Bu Eka adalah warga Singaraja bali yang semenjak 15 tahun yang lalu merantau ke Lampung. Bu Eka menceritakan alasan mengapa beliau merantau, dari mulai bagaimana kehidupan keluarganya di Bali juga keinginannya untuk mengubah kondisi perkenomian keluarga. Bu Eka menceritakan pula bagaimana perbedaan budaya yang sangat terasa di keduanya, hingga rasa penyesalannya akan Lampung. Menurutnya lampung masih memiliki banyak potensi yang tidak dikembangkan dengan baik oleh pemerintah maupun masyarakatnya. Beliau membandingkan dengan masyarakat bali yang dapat mengubah sesuatu yang biasa dan banyak didapat menjadi memiliki daya tarik tidak biasa, misalnya bagaimana pohon kelapa dapat dimanfaatkan dr mulai daun sampai batoknya yang banyak diukir dan menjadi pajangan yang menarik.

Salah satu contoh yang diceritakannya adalah mengenai Taman Wisata Way Kambas. Kebetulan taman wisata ini berada di dekat rumahnya. Menurutnya taman wisata ini sangat cantik. selain gajah, di dalam taman ini banyak ekosistem bunga dan tanaman langka yang menarik dan dapat menjadi daya tarik, namun dibiarkan tanpa perawatan dan pengembangan yang cukup sehingga menjadi objek wisata yang sepi pengunjung dan mati suri. Jika dibandingkan dengan Bali memang sangat berbeda karena pemerintah dan masyarakatnya sudah sadar betul bahwa kotanya hidup dari pariwisata. Dia berujar sebetulnya potensi alam yang ada di lampungpun banyak yang menarik, namun sayangnya belum disadari oleh pemerintah juga masyarakatnya.

Penjelasan Bu Eka menjadi menarik karena sebelumnya beliau mengatakan ketika hidup di Bali, persaingan untuk bekerja dan membuka usaha sangat ketat, seiring dengan semakin padatnya penduduk Bali. Hal ini semakin memperjelas mengapa penduduk Bali begitu kreatif dalam mengembangkan usahanya.

Tak terasa mengobrol kesana kemari, sampai ke filosofi agama hindu yang beliau pegang, tiba-tiba terdengar pengumuman kalau sebentar lagi pesawat akan landing. Setelah pesawat berhenti, saya menyalami bu Eka sambil meminta nomor teleponnya jika suatu saat saya ada kesempatan ke Lampung, mungkin bisa mengunjungi beliau. Akhirnya saya berpisah ketika turun dari pesawat dan saya bergegas ke tempat pengambilan barang-barang di bagasi lalu melirik tulisan selamat datang dan tiba-tiba merasa diterima di kota yang kaya akan budaya ini.

Belok ke Bali

Perjalanan ke Bali kali ini cukup aneh. Saya yang awalnya berencana datang bersama beberapa teman yang sama-sama melakukan penelitian mengenai rumah tradisional bali, akhirnya datang sendirian lebih awal pada tanggal 18 Juni 2011 karena pada tanggal 20 juni saya ada wawancara kerja di Nusa Lembongan.

Semua berawal dari obrolan saya dengan Yayi, obrolan via YM itu berujung pada curhat tempat kerja. Pada saat itu Yayi bekerja di IBM, dan saya masih di Direktorat Pengembangan ITB. Obrolan berakhir di kesimpulan bahwa kita sama-sama memiliki minat yang sama, yaitu research property!! dan sama-sama ingin melihat property secara luas. Saya yang sebelumnya berencana akan balik ke kampus (prodi) untuk menjadi asisten peneliti setelah resign dari Direktorat Pengembangan, jadi mulai berpikir untuk membuka kesempatan lain. Teringat obrolan dengan seorang dosen yang sempat mengatakan “selagi muda buka kesempatan seluas-luasnya, asalkan itu masih sejalan dengan passionmu, bukan karena keterpaksaan, cari dan bukalah pintumu”.

Gak berselang lama setelah obrolan itu, yayi cerita kalau dia baru saja dapat panggilan wawancara dari Coldwell Banker, salah satu konsultan properti yang berasal dari San Fransisco yang sudah berumur lebih dari seratus tahun dengan posisi research property, berbasis di Jakarta dan Bali. Saya coba mencari konsultan properti yang ada di Indonesia, hampir semuanya berbasis di Jakarta, kota yang saya hindari untuk kerja, sampai saya menemukan Bali Property Consultancy. Perusahaan yang sudah bergerak di bidang ini selama 24 tahun di Bali.

Bali, kota yang sangat menarik bagi saya, juga karena ada beberapa teman termasuk Bimo yang baru diterima kerja disana, membuat saya bersemangat. Setelah saya lihat proyek-proyek yang ditanganinya, semakin tertarik karena saya baru saja menyelesaikan proyek cottage untuk diver di Raja Ampat. Dari pengalaman mengerjakan proyek tersebut, saya sangat menikmati dan tertarik akan konsep-konsep bangunan hospitality dengan material alam dan tuntutan menangkap view alam disekitarnya. Sama persis dengan proyek-proyek yang ditangani perusahaan ini. Akhirnya saya mencoba untuk mengontak dan mengirimkan cover letter untuk posisi research property padahal tidak ada pengumuman ataupun iklan lowongan dari perusahaan ini.

Ternyata semuanya begitu cepat dan serba kebetulan, sehari setelahnya mereka menjawab email saya, mereka tertarik dan menanyakan kapan saya dapat ke Bali untuk wawancara. Saat itu adalah 2 minggu sebelum saya akan ke Bali untuk mengambil data riset. Tanpa pikir panjang saya menjawab emailnya bahwa saya bisa ke Bali pada tanggal 20 Juni 2011, 2 hari sebelum rencana ke Bali sebelumnya.

Kirim-kiriman email, mereka mengatakan jika wawancara saya berhasil, saya mungkin ditempatkan di Nusa Lembongan, pulau kecil yang terpisah dari pulau Bali, namun sesekali ditugaskan ke Bali untuk mengikuti rapat proyek. Mereka sedikit tidak yakin jika saya mau ditempatkan di daerah remote seperti itu. Padahal justru itu membuat saya semakin tertarik karena sudah lama saya menginginkan pengalaman tinggal di tempat terpencil. Nilai tambahnya saya dapat ke Bali ketika akhir pekan hanya dengan waktu tempuh setengah jam menggunakan kapal cepat menuju sanur. Agak curang memang.. Hahaha

Akhirnya saya bertemu mereka di Nusa Lembongan, keyakinan saya untuk mau bekerja disini masih belum 100%. Saya diwawancarai oleh pemilik perusahannya, general manajer, dll, ternyata saya baru tahu bahwa perusahaan ini berisi orang-orang asing dari Inggris, Australia, dan Prancis. Saya akan menjadi satu-satunya warga Indonesia yang bekerja di divisi ini di Nusa Lembongan. Setelah proses wawancara seharian, mendengar penjelasan mengenai perusahaannya, diajak berkeliling untuk melihat langsung ke lokasi proyek yang sedang ditangani di Nusa Lembongan, melihat gudang material yang mereka miliki, melihat tempat proses pengolahan air minum yang mereka miliki, melihat instalasi panel surya, dan melihat pengembangan desain bangunan murah moduler yang mereka kembangkan di pulau ini namun secara tampilan bisa sangat menarik, saya langsung terpikir sistem bangunan tersebut sangat mungkin digunakan untuk perumahan rakyat maupun perumahan pasca bencana, saya jadi merasa yakin ingin bekerja disini.

Secara garis besar mereka menanyakan filosofi kerja bagi saya, bertanya pendapat saya mengenai permasalahan-permasalahan desain, juga solusi apa yang diambil, dan apa saja yang saya dapat dari pengalaman bekerja saya selama ini. Mereka menutup wawancara dengan mengajak makan bersama dan bertanya kapan saya selesai di tempat bekerja saya sekarang, setelah saya jawab ‘until the end of June 2011mereka langsung nembak dengan pertanyaan, ‘when would you be available to start? Would Monday the 4th of July seem reasonable?’ Jderrr.. ngebut. Saya diterima di perusahaan ini pada divisi Bali Construction Services-manajemen konstruksi. Hhmm Sepertinya akan menjadi pengalaman yang menarik, curi ilmu sebanyak-banyaknya dan pada akhirnya menjadi tuan di negeri sendiri. Amin..

Saya diterima. Antara percaya tidak percaya karena semuanya dadakan adanya. Dan saya senyum-senyum sendiri ketika di bandara membaca sms yayi yang intinya sampai jumpa secepatnya di Bali, dia diterima di Coldwell Banker Indonesia, dan mulai bekerja di Bali pada bulan september setelah resign dari IBM :).. see u soon in Bali Yayiyuyeyo..