Hari ini saya mendapat limpahan tugas baru untuk memenej
satu proyek kecil membuat gudang dengan material bekas. Material yang dipakai
semuanya bahan sisa yang ada digudang. Proyek ini sebenarnya sudah seperempat
jalan, bos saya mendelegasikan salah satu karyawannya untuk mengatur proyek
namun karena tidak berjalan sesuai harapan akhirnya saya diminta untuk
mengambil alih.
Saya coba mengobrol dengan beberapa tukang di proyek ini, mencoba mencari tau apa masalah sebenarnya
di proyek ini. Terakhir saya tanyakan material penunjang apa saja yang kurang
dan mendesak agar saya bisa beli dan memastikan proyek tetap berjalan. Setelah
mencatat, lalu bergegas mencari pinjaman
motor. Biasanya saya tidak membeli sendiri tapi karena ini cukup mendesak akhirnya saya putuskan langsung beli sendiri saat itu.
Motor sudah didapat dan segera saya meluncur ke toko material
di desa. Di depan pura perjalanan terhenti karena ada upacara. Ibu-ibu
mengenakan kebaya panjang dengan sesajen diatas kepala, sedangkan bapak-bapak
menggunakan setelan putih-putih adat bali lengkap dengan penutup kepala. Harum
dupa menyeruak diantara rombongan. Disepanjang jalan beberapa turis sibuk
memotret momen yang ada, mayoritas dari mereka menggunakan pakaian pantai yang
serba terbuka. Bahkan salah satu dari mereka menggunakan bikini diatas sepeda.
Pemandangan yang sangat kontras ini memang sudah biasa disini. Tanpa
masing-masing merasa terganggu, semua melakukan aktivitasnya masing-masing.
Setelah rombongan lewat, motor melaju kencang menuju desa
sampai ada binatang yang masuk ke mata saya, ya saya kelilipan! Gerakan cepat
si motor atau si serangga atau akumulasi keduanya nampaknya membuat gesekan di
mata cukup keras. Untung saya masih bisa menstabilkan motor yang berhenti
mendadak. Sakit bukan main. Saya coba maju sebentar dan membeli air minum
kemasan untuk mencuci muka dan mata saya. Setelah terasa lebih baik, perjalanan
dimulai lagi menuju desa.
Yang saya pikirkan saat itu adalah bahwa kelilipan itu
menarik bgt. Dari sekian banyak ruang di udara, saya atau tepatnya mata saya
yang bergerak dengan kecepatan motor dan si serangga yang bergerak dengan
kecepatannya sendiri, bisa bertemu di momen yang tepat, di bola mata saya! Coba
kalau detik itu saya gerakan kepala saya sedikit, atau si serangga bergerak
mereng sedikit mungkin kelilipan tidak akan terjadi dan ini menarik banget. Probabilitas
yang ada tergantung pada banyaknya serangga yang ada disekitar mata pada suatu
waktu tertentu dan jika saya menggunakan kacamata, kemungkinannya akan lebih
kecil. Tapi tidak ada yang bisa menebak dan mengira kapan terjadinya kelilipan,
itu seperti takdir. Sudah takdirnya si serangga berakhir di mata saya, dan
sudah seharusnya mata saya merah membengkak sore itu. Tidak ada yang dapat
mencegah kelilipan!
Sampai di toko ternyata tokonya baru aja tutup 5 menit yang
lalu. Padahal itu satu-satunya toko yang menjual paku kapal. Ngenes. Kalau saja
tidak ada upacara pada saat itu, atau kalau saja mata saya tidak kelilipan,
mungkin saya kembali dengan material yang diperlukan dengan mata yang baik-baik
saja. Apa mau dikata. Ya lagi –lagi, Takdir.
Kalau dipikir-pikir banyak takdir-takdir kecil yang kalau
diakumulasikan menjadi sebuah rangkaian cerita yang bahkan kita sendiri tidak
bisa menebaknya. Kita berusaha membuat rencana akan hidup kita, tidak selalu semuanya
berjalan sesuai apa yang kita inginkan. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang
tidak diprediksi, dan disitulah menariknya. Sepertinya saya harus lebih
berhati-hati pada tiap-tiap keputusan kecil yang saya ambil karena tanpa
disadari hal itu dapat membawa perubahan yang signifikan dalam hidup saya.
0 komentar:
Posting Komentar