Beberapa hari di Jakarta membuat saya senang bukan kepalang. Pertamakalinya
di Jakarta dan sendirian. Yay!! Sebenarnya ga sendiri-sendiri amat karena
sendirinya cuman bentar, tapi setidaknya nyobain naik taksi sendiri, nyari
gedung sendiri, dan naik busway sendiri, kemajuan bukan? :P
Ternyata ongkos taksi di Jakarta lumayan merogoh kocek juga,
kebayang banget kalau kejebak macet. huaduh. Tapi seneng kemarin sempat mengobrol
sama supir taksinya. Dia dari brebes. Merantau ke Jakarta pas masih bujang. Ga
ada rumah, ga ada keluarga. Selama 1.5 tahun tidur di emper toko, pindah-pindah
tempat sampai suatu waktu dia kenal banyak orang di pasar dan kerja serabutan
jadi kuli panggul barang-barang di pasar.
Pas saya bilang saya dari bandung dia langsung jawab, “oh kumaha
damang, neng?” haha kaget juga dia bilang orang-orang di pasar ternyata
banyaknya dari sunda, jadi dia bisa bahasa sunda. Saya pikir selama ini
banyaknya dari sumatera. Dia mengkoreksi ternyata mayoritas di pasar adalah
orang sunda, sedangkan orang sumatera mayoritas supir angkot. Baiklah..baru tau
pak :p
Dari perkenalannya dengan orang-orang di pasar dia jadi kenal
banyak supir mobil pick up. Singkat cerita dia penasaran gimana caranya
menyetir mobil dan nanya-nanya ke supir-supir itu. Mereka bilang kalau nyetir
mobil sama aja dengan motor manual, cuman bedanya motor pake kaki, sedangkan
mobil pake tangan untuk gantinya. Mereka mengajarkan gimana teorinya.
Didorong keinginan kuat untuk belajar dan penasaran, dia
curi-curi mempraktekan nyetir mobil kalau malam-malam pas si supir-supirnya
lagi tidur-cuman disekitaran parkiran. Sampai suatu ketika dia menabrakan
mobilnya ke tiang. Kasus. Untung dia hanya dimintai ganti rugi tapi mereka
tetap berteman, bahkan dia dikasih pinjam dan diajarin praktek menyetir
besok-besoknya. Nice.
Bermodalkan nekat dan kemampuan menyetir akhirnya dia menjadi
supir pick up selama 8 tahun dari satu pasar ke pasar lain, sampai keinginan
berkeluarga dan dirasa gajinya tidak cukup sehingga memutuskan untuk jadi supir
angkot. Dari pengalamannya bergaul dengan supir-supir angkot yang mayoritas
dari sumatera dia bilang dia belajar untuk hidup keras. Mencoba survive
bertarung di jalanan Jakarta.
Terakhir, dia melihat peluang lebih baik dengan menjadi supir
taksi. Akhirnya dia memberanikan diri untuk mendaftar jadi supir taksi. Ketika
saya tanya sulit atau tidak ketika rekruitmen, dia bilang gampang-gampang susah
karena selain dites menyetir, dia diharuskan menghapal tempat-tempat seperti
hotel, mall, dan gedung-gedung perkantoran.
“boro-boro mbak saya hapal dimana itu hotel mulia, saya bilang
ke mereka ko tidak ada pertanyaan pasar-pasar di Jakarta, saya bisa jawab hapal
diluar kepala, eh mereka bilang kalo yang nanti saya supirin adalah orang-orang
yang cantik dan ganteng, wangi pula, sedikit dari mereka yang akan mencari
pasar” , terangnya sambil nyengir.
Begitu cerita si bapak supir taksi mengenai pengalamannya di
Jakarta secara singkat saat perjalanan saya dari Bintaro menuju Kuningan. Dia
bilang sekarang dia cukup puas dengan apa yang telah dia dapat. Gajinya dirasa
cukup untuk bertahan di Jakarta, dari komisi yang didapat, beliau mendapat +/-
4 juta setiap bulannya. Anaknya yang sulung sedang menyelesaikan skripsi S1nya
dan dia mengatakan tidak sabar untuk hadir di wisudanya :)
Sebelum saya turun dia bilang semoga saya bisa survive di
Jakarta dan berpesan untuk jangan pernah menyerah dengan kerasnya Jakarta. Saya
hanya bisa tersenyum dan berterimakasih. Lalu saya meminta nomor ponselnya
kalau-kalau suatu saat perlu taksi dan dia mengatakan jika saya menelepon dia
akan memperioritaskan saya. Hehe.. makasih loh Pak Suhono.. Selamat menyetir, titi
dj pak!
0 komentar:
Posting Komentar