Setelah kunjungan dari Museum
Tengah Kebun, saya dan teman-teman berpencar; ada yang menuju salihara, ada
yang pulang kerumah, sedangkan saya dan Raras memilih untuk mengunjungi galeri dia.lo.gue
di Kemang yang tidak jauh dari situ. Kami lalu naik kopaja, ini kali pertama bagi saya.
Bau apek dan besi berkarat sangat terasa ketika duduk di
dalamnya. Jadi teringat cerita supir taksi yang bilang kalau taksi itu
pasti diremajakan setiap 5 tahun, beda dengan kopaja yang tidak pernah
diremajakan bahkan bisa sampai berpuluh-puluh tahun. Tidak heran kondisinya sangat memprihatinkan, bahkan seperti akan jatuh karena miring ke satu sisi.
Keseruan terjadi ketika saya hendak turun, saya baru
tahu jika kopaja tidak pernah benar-benar berhenti ketika ada orang yang
turun. Jadi pas saya mau turun, saya reflek berteriak kaget “pak! Pak!
Berhenti disini pak!” Raras tertawa melihat saya begitu kaget kopaja tidak berhenti, lalu pak
supir kopaja berteriak, masih tanpa mengerem; “kaki kiri mbak! Kaki kiri!” bwahahahha saya dikasih tahu aturan main turun dari kopaja :))
Tawa kami baru berhenti ketika sampai di depan galeri. Tempatnya asik. Ketika masuk disambut oleh toko souvenir yang isinya barang-barang craft. Setelah puas liat-liat akhirnya kami masuk kedalam dan melihat pameran yang lagi ada disana. BLINK/ GLANZE/ GAZE, dari Angela Judiyanto & Yaya Sung dengan kurator Mitha Budhyarto.
Tawa kami baru berhenti ketika sampai di depan galeri. Tempatnya asik. Ketika masuk disambut oleh toko souvenir yang isinya barang-barang craft. Setelah puas liat-liat akhirnya kami masuk kedalam dan melihat pameran yang lagi ada disana. BLINK/ GLANZE/ GAZE, dari Angela Judiyanto & Yaya Sung dengan kurator Mitha Budhyarto.
Seni Lukis diatas semen putih |
Menolak lupa. Foto-foto korban hilang & dibunuh |
Memorial kamis Payung Hitam |
Sebenarnya ada satu pameran lagi, konsepnya Melihat Munir dengan lebih jelas. Setting pameran berada di satu ruangan yang sekeliling dindingnya diisi foto-foto munir seukuran 1x2cm. Untuk melihat foto-foto tersebut pengunjung harus menggunakan kaca pembesar yang disediakan disana, sebagai pengingat dan refleksi diri dari para pahlawan korban politik. Sayangnya saya tidak sempat foto-foto. Beberapa foto disini pun diambil dari sini
Setelah puas melihat pameran, kami berjalan keluar galeri melewati ruang cafĂ© belakang, tiba-tiba saya beradu mata dengan sepasang mata elang. Yap mata elang yang sudah tidak asing lagi, apalagi kalo bukan mata-nya Nicholas Saputra! Hahaha doi bengong sendirian duduk di cafe situ, berusaha untuk tetap tenang, saya bilang ke Raras “lo liat kan barusan gw liat-liatan dengan siapa??” “iya…ciee” jawab Raras sambil tetep berusaha cool juga, sampai diluar barulah kita cekikikan, menertawakan diri sendiri yang norak banget kaya abege hahaha ckck, Jakarta memang punya cerita.
0 komentar:
Posting Komentar